Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono
atau yang terkenal dengan sebutan SBY, telah membuat babak baru dalam
perjalanan sejarah Indonesia. Beliau dilantik sebagai presiden keenam Republik
Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004 bersama wapresnya Jusuf Kalla yang
kemudian kembali terpilih di Pemilu 2009 bersama wapresnya Boediono. Bersama
dengan pasangannya, SBY memiliki komitmen untuk tetap melaksanakan agenda
reformasi. Program pertama pemerintahan SBY-JK dikenal dengan program 100 hari.
Program ini bertujuan memperbaiki sistem ekonomi yang sangat memberatkan rakyat
Indonesia, memperbaiki kinerja pemerintahan dari unsur KKN, serta mewujudkan keadilan
dan demokratisasi melalui kepolisian dan kejaksaan agung. Langkah tersebut
disambut baik oleh masyarakat. Secara umum SBY-JK melakukan pemeriksaan kepada
pejabat yang diduga korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi
kebebasan oleh presiden untuk melakukan audit dan pemberantasan korupsi.
Hasilnya telah terjadi pemeriksaan tersangka korupsi dan pejabat pemerintahan
sebanyak 31 orang selama 100 hari. Artinya SBY-JK sungguh memilki komitmen
dalam upaya pemberantasan korupsi.
Perekonomian Indonesia di awal tahun
2004 menunjukkan perkembang yang semakin mantap, bahkan lebih baik dari
perkiraan awal tahun. Kegiatan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi pasca
krisis ekonomi yaitu sebesar 5,1% yang diikuti dengan perbaikan pola ekspansi.
Pertumbuhan ekonomi yang didukung dan dicapai dengan stabilitas makroekonomi
yang terjaga. Sementara Perkembangan inflasi pada tahun 2004 mengalami kenaikan tetapi tingkat
inflasi relative terkendali pada tingkat 6,4% walupun nilai tukar rupiah sempat
melemah.
Namun, selama masa pemerintahan SBY,
perekonomian Indonesia memang berada pada masa keemasannya. Indikator yang
cukup menyita perhatian adalah inflasi.
Sejak tahun 2005-2009, inflasi
berhasil ditekan pada single digit. Dari 17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96%
pada tahun 2009. Tagline strategi pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor,
pro-job, dan pro growth dan pro environment benar-benar diwujudkan dengan turunnya
angka kemiskinan dari 35,1 juta pada tahun 2005, menjadi 31,02 juta orang pada
2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta orang telah lepas dari jerat kemiskinan
dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu hanya imbas dari strategi SBY yang pro
growth yang mendorong pertumbuhan PDB.
Imbas dari pertumbuhan PDB yang
berkelanjutan adalah peningkatan konsumsi masyarakat yang memberikan efek pada
peningkatan kapasitas produksi di sector riil yang tentu saja banyak membuka
lapangan kerja baru. Memasuki tahun ke dua masa jabatannya, SBY hadir dengan
terobosan pembangunannya berupa master plan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3 EI). Melalui langkah MP3EI, percepatan
pembangunan ekonomi akan dapat menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada
tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara UsS 14.250-USS 15.500, dengan
nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USS 4,0-4,5 triliun.
Tiga
bulan pertama setelah Presiden SBY berkantor di Medan Merdeka Utara, nilai
tukar rupiah masih tercatat sebesar Rp 8.465 per satu dolar AS. Setelah itu,
rupiah terus melemah sampai akhir 2013 menjadi Rp 12.819. Alhasil, rupiah sudah
turun atau terdepresiasi 51%.
Kesenjangan
Sosial-Ekonomi
Cadangan
devisa menunjukkan hal positif karena tumbuh 177% dari Rp 36,3 triliun menjadi
Rp
99,3
triliun per Desember 2013. Ada penambahan Rp 63 triliun. Sementara utang luar
negeri pemerintah dalam empat tahun terakhir naik sebesar Rp 781 triliun, dari
Rp 1.590 triliun pada 2009 menjadi Rp 2.371 triliun di akhir 2013. Akibatnya
beban utang per kapita rakyat juga naik 26% dari Rp 6,8 juta menjadi Rp 8,6
juta per kapita.
Pendapatan
per kapita naik dari US$ 2.272 menjadi US$ 3.557 per kapita (produk domestik
bruto/GDP versi Bank Dunia), masih jauh di bawah negara terkaya (Luxemburg
sebesar US 103 ribu) tapi 14 kali dari negara termiskin di dunia (Burundi US$
250). Tapi naiknya indikator GDP per kapita maupun (gross national income)GNI
per kapita dari US$ 3.880 menjadi US$ 4.730 praktis belum membuat rakyat
Indonesia makmur, aman, sejahtera apalagi bahagia.
Dalam
Indeks Kesejahteraan (Prosperity Index dari Liberatum Institute), peringkat
Indonesia justru menurun dari posisi 61 (2009) menjadi 69 (2013). Tiga negara
yang rakyatnya paling bahagia dan sejahtera adalah Norwegia, Swiss dan Kanada.
Indeks ini secara implisit menunjukan bahwa naiknya pendapatan per kapita orang
Indonesia tidak praktis membuat orang Indonesia bahagia dan sejahtera.
Justru
kualitas kehidupan pribadinya memburuk. Ini tidak terlepas faktor sosial
politik, keamanan, dan lingkungan terkecil dan terdekat di sekitarnya.
Indonesia memang berhasil mengurangi penduduk miskin sebanyak 8 juta orang dari
36 juta menjadi 28 juta dan sampai awal tahun 2014 di Indonesia masih ada
hampir 29 juta warga miskin atau 11,47% total penduduk. Ini bertambah hampir
setengah juta orang miskin dari Maret sampai September 2013.
Ini
adalah dampak dari naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan melambungnya
inflasi laksana virus yang menggerogoti kekebalan tubuh. Sebut saja, kenaikan
harga BBM pada 2005 menambah 4 juta orang miskin baru tahun 2006.
Di
sisi lain, kini orang kaya bertambah, baik dari sisi jumlah maupun nilai
kekayaan mereka. Dari Oktober 2009 sampai Oktober 2013 jumlah simpanan orang
kaya di perbankan naik 90% menjadi 3.574 triliun rupiah dan jumlah rekening
naik 56% menjadi 134 juta rekening.
Tapi
dilihat dari komposisi nilai simpanan maka tidak sampai 0,1% dari dana tersebut
dimiliki oleh 170 ribu rekening dengan saldo di atas Rp 2 miliar, termasuk 106
ribu yang punya simpanan lebih dari Rp. 5 miliar. Bayangkan saja, pemilik
rekeningnya kurang dari 0,1% tapi orang kaya menguasai 54% total simpanan perbankan.
Ini merupakan sebuah str uktur piramida yang sangat runcing dan mencerminkan
ketimpangan.
Pada periode jilid 2 ini, pemerintah
khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
BI rate, Nilai tukar, Operasi moneter, dan Kebijakan makroprudensial
untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi
diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara
yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Sepuluh tahun sudah ekonomi Indonesia
di tangan kepemimpinan Presiden SBY dan selama itu pula perekonomian Indonesia
boleh dibilang tengah berada pada masa keemasannya. Krisis global yang terjadi
pada tahun 2008 semakin membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat
negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan,
Indonesia justru mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada
tahun 2009.
Namun Badan
Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 tercatat
sebesar 5,78%. Capaian tersebut ternyata paling rendah sejak tahun 2009 atau 5
tahun terakhir.
Masih
banyak kebijakan yang harus dievaluasi,diantaranya Kebijakan kontroversial
pertama Presiden SBY mengenai pengurangan subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Namun munculnya kebijakan pembelian minyak dengan patokan harga
dunia membuat masyarakat semakin menderita. Fluktuasi harga minyak yang
berubah-ubah membawa ketidakpastian harga minyak bumi. Dampaknya masyarakat
diombang-ambingkan dengan harga minyak yang tidak pasti.
Kemudian timbullah kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
Kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan pada masa SBY:
• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
• Konversi minyak tanah ke gas.
• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
• Buy back saham BUMN
• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
• Pemberian bibit unggul pada petani.
• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
• Konversi minyak tanah ke gas.
• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
• Buy back saham BUMN
• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
• Pemberian bibit unggul pada petani.
• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang muncul :
- Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
- Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
- Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidak kompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
- Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
- Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
- Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.
- Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Data yang saya peroleh dari BPS selama
tahun 1998-2008 dimana pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan signifikan.
Pertumbuhan ekonomi, misalnya, pada tahun 1998 minus 13.1 persen. Pada SBY
tampil sebagai Presiden, tahun 2004, pertumbuhan ekonomi naik pesat menjadi 5.1
persen. Dan tahun 2008 diproyeksikan sebesar 6,4 persen. Cadangan devisa yang
semula 33.8 miliar dolar AS, pada tahun 2008 naik menjadi 69.1 persen.
Tingkat kemiskinan juga terus
berkurang. Pada tahun 1998, angka kemiskinan mencapai 24.2 persen. Pada masa
awal Presiden SBY, tingkat kemiskinan ini turun menjadi 16.7 persen. Dan pada
2008 tinggal 15.4 persen dari total penduduk Indonesia.
Utang kepada Dana Moneter
Internasional (IMF) dipangkas habis pada masa pemerintahan SBY. Tengok saja,
pada tahun 1998, utang Indonesia kepada IMF sebesar 9.1 miliar dolar AS. Pada
tahun 2006, dua tahun setelah memimpin Indonesia, Presiden SBY berhasil melunasi
seluruh utang kita sebesar 7.8 miliar dolar AS.
Selengkapnya, lihat data-data
laju pembangunan Indonesia 10 tahun terakhir berikut. Data-data ini berasal
dari BPS.










Namun pada September 2013 menurut
BPS tingkat inflasi mencapai 8.38 % sehingga angka tersebut mendorong
kemiskinan. Jumlah
penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,55 juta orang atau 11,47 persen,
dibandingkan Maret 2013 meningkat 480 ribu orang.
Beberapa sebab selama periode Maret ke September
2013 terjadi inflasi yang cukup tinggi adalah disebabkan oleh kenaikan
BBM hingga harga komoditas bahan makanan dan makanan naik. Secara
nasional rata-rata harga beras mengalami peningkatan.
Masa pemerintahan SBY ini boleh dikatakan masa
yang tak menentu dimana kadang terjadi kenaikan maupun penurunan pertumbuhan
ekonomi yang kebanyakan memang meyengsarakan rakyat meski boleh dikatakan angka
kemiskinan berkurang dan PDB meningkat.